BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Terdapat hubungan yang
erat antara hukum internasional dengan masyarakat internasional. Menurut
Mochtar Kusumaatmaja bahwa untuk menyakini adanya
hukum internasional maka harus ada pula masyarakat internasional sebagai
landasan sosiologis. Pada bagian lain
dikemukakan juga bahwa, Hukum internasional dalam arti luas, termasuk hukum
bangsa-bangsa, maka sejarah hukum internasional itu telah berusia tua. Akan
tetapi bila hukum internasional diartikan sebagai perangkat hukum yang mengatur
hubungan antar negara, maka sejarah hukum internasional itu baru berusia
ratusan tahun (Kusumaatmaja, Mochtar dan Etty R. Agoes; 2003: 25).
Pendapat serupa juga
dikemukakan olej J.G. Starke bahwa pengungkapan sejarah sistem hukum
internasional harus dimulai dari masa paling awal, karena justru pada periode
kuno kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar masyarakat internasional berupa
adat istiadat. Traktat, kekebalan duta besar, peraturan
perang ditemukakan sebelum lahirnya agama Kristen di India dan Mesir Kuno. Di
Cina kuno ditemukan aturan penyelesaian melalui arbitras dan mediasi. Demikian
juga di Yunani kuno dan Romawi kuno. Sedangkan sistem hukum internasional merupakan suatu produk
dari empat ratus tahun terakhir ini. Pada mulanya berupa adat istiadat dan
praktek-praktek negara Eropa moderen dalam hubungan dan komunikasi antar mereka
dan adanya bukti-bukti pengaruh dari para ahli hukum pada abad ke enambelas,
tujuhbelas dan delapan belas. Lagi pula hukum
internasional masih diwarnai oleh konsep-konsep kedaulatan nasional, kedaulatan
teritorial, konsep kesamaan penuh dan kemerdekaan negara-negara yang meskipun
memperoleh kekuatan dari teori-teori politik yang mendasari sistem
ketatanegaraan Eropa moderen juga dianut oleh negara-negara non Eropa yang baru
muncul. (Starke, J.G.; 2001: 8)
Dengan demikian sejarah
hukum internasional sama tuanya dengan adanya masyarakat internasional meskipun
dalam taraf tradisional yang berbeda dengan masyarakat internasional dalam arti moderen.
Denganmengunakan kedua
pendekatan di atas, sejarah
perkembangan hukum internasional dalam pembahasan ini akan dimulai pada masa
klasik, yaitu masa India kuno, Mesir kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno;
kemudian pada masa abad pertengahan yaitu abad 15 dan 16; Masa Hukum
Internasional Moderen, yaitu pada abad 17, abad 18, abad 19, abad ke 20 dan hingga dewasa ini.
Dalam penulisan makalah
ini mengunkan metode yuridis normatif dengan pendekatan sejarah. Bahan-bahan
pustaka yang dipergunkan adalah ketentuan hukum internasional yang termuat
dalam perjanjian internasional (traktat, konvensi), buku-buku hukum
internasional dan praktek pengadilan internasionl. Dari bahan-bahan tersebut
kemudian diolah dan dianalisa secara deskriftif analitis. Sehubungan dengan
pengunaan metode sejarah ini, Jawahir Tontowi dan Pranoto Iskandar menyatakan
bahwa Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman sejarah.
Melalui pendekatan sejarah ini, tidak sekedar proses evolusi perkembangan hukum
internasional dapat diruntut secara faktual kronologis, melaikan juga seberapa
jauh kontribusi setiap zaman bagi perkembangan hukum internasional (Tontowi,
Jawahir dan Pranoto Iskandar; 2006: 29).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. Perkembangan Hukum Internasional
Berbicara tentang Hukum Internasional tidak lepas dari topik utamanya
adalah Negara dan Organisasi-organisasi internasional sebagai subyek hukumnya.
Negara menjadi subyek utama dalam teori hukum internasional seperti halnya
perorangan (warga) dalam Hukum Nasional atau Hukum Privat. Dengan semakin
berkembangnya Negara dewasa ini maka aturan dan disiplin internasional menjadi
pilar penting dalam mengatur relasi internasional antar Negara satu dengan yg
lainnya. Aturan dan disiplin internasional antar bangsa inilah yg menjadi poin
pembahasan dari Hukum Internasional.
Hukum internasional
telah muncul berabad-abad lamanya, diketahui sejak 2100 SM telah ada Hukum yg
mengatur hubungan antar dua negara pada wilayah Mesopotamia. Dengan semakin
berkembangnya zaman dan era dari klasik hingga modern, hal ini mempengaruhi
semakin berkembangnya teori Hukum Internasional dari para pemikir dan ilmuwan
dizaman-zaman tertentu. Kajian Hukum internasional bukanlah kajian hukum yg
berumur tua dan bersifat absolut, terhitung sejak berabad-abad sebelum masehi
selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
geografis serta tatanan administratif dan politik antar negara satu dgn yang
lainnya.
Perumusan hasil kajian
atas hubungan antar bangsa-bangsa ini menjadi suatu disiplin keilmuan yg telah,
sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan selaras dengan pergeseran
iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia internasional. Hal ini
bukan berarti bahwa hukum internasional saat ini belum menemukan sedikitpun
konsensus ilmiah di bidang hukum yang mengalasi hamparan pandangan para pakar
yang terus dan kian berkembang. Hanya saja prinsip hukum yang nyaris
tersepakati itu berpotensi besar untuk selalu berubah dan bergeser sejalan
dengan kemajuan relasi antar bangsa itu sendiri.
Sebelum kita masuk pada tujuan pembahasan, perlu kita jelaskan terlebih dahulu pengertian hukum internasaional itu sendiri. Dewasa ini, pengertian hukum internasional (international law/al-qonun al-dauli) telah mencapai konsensus umum untuk diartikan sebagai, sekumpulan peraturan dan norma-norma hukum yang diberlakukan untuk mengatur hubungan-hubungan subyek hukum internasional (bangsa-bangsa dan entitas lainnya, seperti lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional), yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta batasan-batasan relasi yg tercipta antara para subjek hukum internasional dan perusahaan multinasional atau individu (Warga Negara).
Sebelum kita masuk pada tujuan pembahasan, perlu kita jelaskan terlebih dahulu pengertian hukum internasaional itu sendiri. Dewasa ini, pengertian hukum internasional (international law/al-qonun al-dauli) telah mencapai konsensus umum untuk diartikan sebagai, sekumpulan peraturan dan norma-norma hukum yang diberlakukan untuk mengatur hubungan-hubungan subyek hukum internasional (bangsa-bangsa dan entitas lainnya, seperti lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional), yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta batasan-batasan relasi yg tercipta antara para subjek hukum internasional dan perusahaan multinasional atau individu (Warga Negara).
Dari devinisi diatas
dapat kita simpulkan bahwa pengertian hukum internasional mencakup 3 prinsip:
- Prinsip pertama: yang berhak dan tunduk pada hukum internasional adalah subyek hukum internasional (international personality/askhos al-qonun al-dauli) yg terdiri atas Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional.
- Prinsip pertama: yang berhak dan tunduk pada hukum internasional adalah subyek hukum internasional (international personality/askhos al-qonun al-dauli) yg terdiri atas Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional.
- Prinsip kedua: hubungan yg berlaku adalah hubungan internasional (international
relation/al-‘alaqat al-dauliyah).
- Prinsip ketiga : `kaidah-kaidah dan norma-norma hukum internasional merupakan kaidah wajib (obligation
rules/al-qowa’id al-mulzimah) .
BAB III
PEMBAHASAN
3. Akar Sejarah Hukum Internasional
Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman dari segi
sejarah. Melalui pendekatan sejarah ini, tidak sekedar proses evolusi
perkembangan hukum internasional dapat diketahui secara faktual kronologis,
melainkan juga seberapa jauh kontribusi setiap masa bagi perkembangan hukum
internasioanal. Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan
eksistensi dari suatu norma hukum. Hal ini dapat dibuktikan antara lain melalui
salah satu sumber hukum internasional, yaitu kebiasaan/adat istiadat (custom/al-‘urf).
Sistem Hukum Internasional merupakan suatu produk, kasarnya dari empat
ratus tahun terakhir ini yang berkembang dari adat istiadat dan praktek-praktek
negara-negara eropa modern dalam hubungan serta komunikasinya dengan
negara-negara lain. Tapi kita pun perlu melihat jauh sebelum perkembangan zaman
Eropa Modern yaitu pada periode klasik, beberapa Negara telah melaksanakan
Hukum Internasional secara tidak langsung, dan adapun para ahli yang lahir
sebelum zaman Eropa Modern tersebut dipandang telah memunculkan dasar-dasar
dari pemikiran mengenai adat-istiadat yang ditaati oleh masyarakat serta adanya
beberapa kasus sejarah, seperti penyelesaian arbitrasi (perwasitan) pada masa
Cina Kuno dan awal Dunia Islam yang memberikan sumbangan terhadap evolusi sistem
modern Hukum Internasional.
Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa
periode evolusi yang terbilang berkembang dengan cepat dan menarik. Fase-fase
tersebut dapat kita bagi dalam 3 pembahasan; Periode Kuno, Periode Klasik dan
Periode Modern:
3.1. Sejarah Hukum Internasional Kuno
Permulaan hukum internasional dapat kita lacak kembali mulai dari wilayah
Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM, dimana telah ditemukannya sebuah
perjanjian pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum,
pemimpin Lagash dan pemimpin Umma. Perjanjian tersebut ditulis diatas batu yang
didalamnya mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut, yang
dirumuskan dalam bahasa Sumeria.
Bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum internasional kuno adalah India, Yahudi, Yunani, Romawi, Eropa Barat, Cina dan Islam:
Bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum internasional kuno adalah India, Yahudi, Yunani, Romawi, Eropa Barat, Cina dan Islam:
1. India
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga
hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang
diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur
hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada
saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu
karya abad VI SM di bidang hukum.
2. Yahudi
Dalam Kitab Perjanjian Lama, bangsa yahudi mengenal ketentuan mengenai perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Perjanjian Lama adalah kitab suci bagi umat Yahudi, yang sebagian besar ditulis dalam bahasa ibrani. Dalam hukum perang masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, bangsa yahudi mengenal ketentuan mengenai perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Perjanjian Lama adalah kitab suci bagi umat Yahudi, yang sebagian besar ditulis dalam bahasa ibrani. Dalam hukum perang masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.
3. Yunani
yunani kuno dibagi kedalam dua Golongan, yaitu Golongan Orang Yunani dan Luar Yunani yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Mereka juga sudah mengenal arbitration (perwasitan) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan terbesar dari masa ini adalah Hukum Alam, yaitu hukum yang berlaku mutlak dimana saja dan berasal dari rasio/akal manusia. Menurut Profesor Vinogradoff, hal tersebut merupakan embrio awal yang mengkristalisasikan hukum yang berasal dari adat-istiadat, contohnya adalah dengan tidak dapat diganggugugatnya tugas seorang kurir dalam peperangan serta perlunya pernyataan perang terlebih dahulu.
yunani kuno dibagi kedalam dua Golongan, yaitu Golongan Orang Yunani dan Luar Yunani yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Mereka juga sudah mengenal arbitration (perwasitan) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan terbesar dari masa ini adalah Hukum Alam, yaitu hukum yang berlaku mutlak dimana saja dan berasal dari rasio/akal manusia. Menurut Profesor Vinogradoff, hal tersebut merupakan embrio awal yang mengkristalisasikan hukum yang berasal dari adat-istiadat, contohnya adalah dengan tidak dapat diganggugugatnya tugas seorang kurir dalam peperangan serta perlunya pernyataan perang terlebih dahulu.
Dalam prakteknya dengan hubungan negara luar, Yunani kuno memiliki
sumbangan yang sangat mengesankan dalam kaitannya dengan permasalahan publik.
Akan tetapi, sebuah hal yang sangat aneh bagi sistem arbitrase modern yang
dimiliki oleh arbitrase Yunani adalah, kelayakan bagi seorang arbitrator untuk
mendapatkan hadiah dari pihak yang dimenangkannya
4. Romawi
Pada masa ini orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis Hukum, yaitu Ius Ceville (Hukum bagi Masyarakat Romawi) dan Ius Gentium (bagi Orang Asing). Hanya saja, pada zaman ini tidak mengalami perkembangan pesat, karena pada saat itu masyarakat dunia merupakan satu Imperium, yaitu Imperium Roma yang mengakibatkan tidak adanya tempat bagi Hukum Bangsa-Bangsa. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides, juga asas “pacta sunt servanda” (setiap janji harus disepakati) yang merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
Bangsa Romawi dalam pembentukan perjanjian-perjanjian dan perang diatur melalui tata cara yang berdasarkan pada upacara keagamaan. Sekelompok pendeta-pendeta istimewa atau yang disebut Fetiales, tergabung dalam sebuah dewan yang bernama collegium fetialum yang ditujukan bagi kegiatan-kegiatan yang terkait secara khusus dengan upacara-upacara keagamaan dan relasi-relasi internasional. Sedangkan tugas-tugas fetiales dalam kaitannya dengan pernyataan perang, merekalah yang menyatakan apakah suatu bangsa (asing) telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bangsa Romawi atau tidak.
Pada masa ini orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis Hukum, yaitu Ius Ceville (Hukum bagi Masyarakat Romawi) dan Ius Gentium (bagi Orang Asing). Hanya saja, pada zaman ini tidak mengalami perkembangan pesat, karena pada saat itu masyarakat dunia merupakan satu Imperium, yaitu Imperium Roma yang mengakibatkan tidak adanya tempat bagi Hukum Bangsa-Bangsa. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides, juga asas “pacta sunt servanda” (setiap janji harus disepakati) yang merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.
Bangsa Romawi dalam pembentukan perjanjian-perjanjian dan perang diatur melalui tata cara yang berdasarkan pada upacara keagamaan. Sekelompok pendeta-pendeta istimewa atau yang disebut Fetiales, tergabung dalam sebuah dewan yang bernama collegium fetialum yang ditujukan bagi kegiatan-kegiatan yang terkait secara khusus dengan upacara-upacara keagamaan dan relasi-relasi internasional. Sedangkan tugas-tugas fetiales dalam kaitannya dengan pernyataan perang, merekalah yang menyatakan apakah suatu bangsa (asing) telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bangsa Romawi atau tidak.
5. Eropa Barat
Pada masa ini, Eropa mengalami masa-masa chaotic (kacau-balau)
sehingga tidak memungkinkannya kebutuhan perangkat Hukum Internasional. Selain
itu, Selain itu, Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem
feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada
Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu
masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta
Suci, dan sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.
6. Cina
Pencapaian yang menarik dari bangsa Cina adalah upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu, yang dianggap telah sebanding dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.
Pencapaian yang menarik dari bangsa Cina adalah upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu, yang dianggap telah sebanding dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.
7. Islam
Pada periode ini umat islam terbagi-terbagi pada beberapa Negara dan bangsa, sehingga tidak dimungkinkannya untuk menyatakan suatu pandangan Islam yang dapat mewakili semua kelompok yang terdapat didalamya. Beberapa sarjana memiliki anggapan bahwa hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan Eropa. Sehingga mereka berkesimpulan akan terdapatnya pengaruh-pengaruh yang indispensable dari peradaban-peradaban lain, yang diantaranya adalah peradaban Islam, yang pada saat itu merupakan kekuatan ekonomi di atas bangsa Eropa. Pengaruh Islam terhadap sistem hukum internasional Eropa dinyatakan oleh beberapa sejarawan Eropa diantaranya Marcel Boissard dan Theodor Landschdeit.
Hukum internasional islam telah muncul jauh sebelum hukum internasional barat ada. Di zaman Rasulullah, praktek internasional telah diberlakukan dengan seadil-adilnya. Rasulullah telah membuat pedoman hubungan antara negara Islam dengan non-Islam dalam perang dan damai. Beliau juga telah mengadakan beberapa perjanjian-perjanjian internasional dengan bangsa-bangsa lain.
Pada periode ini umat islam terbagi-terbagi pada beberapa Negara dan bangsa, sehingga tidak dimungkinkannya untuk menyatakan suatu pandangan Islam yang dapat mewakili semua kelompok yang terdapat didalamya. Beberapa sarjana memiliki anggapan bahwa hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan Eropa. Sehingga mereka berkesimpulan akan terdapatnya pengaruh-pengaruh yang indispensable dari peradaban-peradaban lain, yang diantaranya adalah peradaban Islam, yang pada saat itu merupakan kekuatan ekonomi di atas bangsa Eropa. Pengaruh Islam terhadap sistem hukum internasional Eropa dinyatakan oleh beberapa sejarawan Eropa diantaranya Marcel Boissard dan Theodor Landschdeit.
Hukum internasional islam telah muncul jauh sebelum hukum internasional barat ada. Di zaman Rasulullah, praktek internasional telah diberlakukan dengan seadil-adilnya. Rasulullah telah membuat pedoman hubungan antara negara Islam dengan non-Islam dalam perang dan damai. Beliau juga telah mengadakan beberapa perjanjian-perjanjian internasional dengan bangsa-bangsa lain.
Pakar Hukum internasional Islam modern Madjid Khaduduri mengakui, Islam memiliki
karakter agresif dengan lebih mengarah pada penaklukkan dibandingkan kristen,
sebagaimana yg tercantum dalam Wasiat Lama ataupun Baru. Hal ini menunjukkan
bahwa Hukum Islam memiliki kelebihan dalam hal pengaturan mengenai hukum perang
yang lebih komprehensif, yang dibuktikan dengan pengecualian wanita, anak-anak,
orang tua, binatang dan lingkungan sebagai kategori non-combatans, sebagaimana
dinyatakan dalam pidato Abu Bakar ra, ataupun praktek pertukaran tawanan secara
besar-besaran yang diduga bermula dari Khalifah Harun Al-Rasyid.
3.2.Permulaan Hukum Internasional Klasik
Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi dan runtuhnya Kekaisaran Romawi Suci
menjadi kota mandiri, kerajaan-kerajaan dan bangsa-bangsa untuk pertama kalinya
menyatakan kebutuhannya akan aturan perilaku antara masyarakat internasional
secara besar-besaran. Sebagian besar Negara-negara Eropa meruju’ pada kode
Justinian hukum dari Kekaisaran Romawi dan hukum kanon Gereja Katolik untuk
mencari inspirasi.
Perdagangan internasional adalah katalis nyata untuk tujuan pengembangan
aturan-aturan perilaku antar negara. Tanpa aturan dan kode etik, ada sedikit
hal yang menjamin perda-gangan dan melindungi para pedagang asing dari
tindakan-tindakan yang mengancam. Kepentingan ekonomi inilah yang mendorong
terjadinya evolusi kebiasaan internasional untuk mengatur perdagangan luar
negeri, dan yang paling penting adalah aturan dan kebiasaan hukum maritim.
Seperti halnya dalam perdagangan internasional, eksplorasi dan peperangan
menjadi faktor yang menghalang distribusi kebutuhan untuk umum dan
terealisasinya praktek-praktek kebiasaan internasional. Di abad ke-13 M, muncul
perhimpunan Liga Hanseatik untuk memperkuat kesehatan ekonomi dari kota-kota
Jerman Utara yang bersatu. Dari sini perdagangan internasional berkembang
pesat, dan Hamburg menjadi pelabuhan utama dalam perdagangan antara Rusia dan
Flandria dengan posisinya sebagai penguasa dan penjaga sungai Elbe. Kota di
Italia menjadi pengatur diplomatik negara-negara berkembang, ketika mereka
mulai mengirim duta besar modal asing. Perjanjian-perjanjian antara pemerintah
dimaksudkan untuk mengikat dan menjadi alat yang berguna untuk melindungi
perdagangan. Kengerian Perang Tiga Puluh Tahun Sementara itu melahirkan kecaman
untuk menciptakan peraturan-peraturan tempur yang akan melindungi masyarakat
sipil.
a.
Permikiran Fransisco
Vittoria (1480-1546).
Fransisco Vittoria
adalah seorang Biarawan Dominikan berkebangsaan Spanyol, menulis buku Relectio
de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Ia
beranggapan bahwa Negara dalam tingkah lakunya seperti individu, tidak boleh
bertindak sesuka hati (Ius Intergentes), akan tetapi Negara memerlukan
aturan dalam menjalankan hubungan internasional. Dengan demikian, hukum
bangsa-bangsa yang ia namakan ius intergentes tidak hanya terbatas pada dunia
kristen Eropa, melainkan meliputi seluruh umat manusia.
b.
Pemikiran Hugo Grotius
(1583-1645)
Praktek internasional,
adat-istiadat, peraturan dan perjanjian berkembang biak sampai pada titik
kerumitan. Beberapa sarjana mencoba mengkompilasi hingga terlahir risalah yang
terorganisir. Yang Paling penting diantaranya adalah Hugo Grotius, risalah De
Jure Belli Ac Pacis Libri Tres (hukum perang dan damai) tahun 1625, yang
dianggap sebagai titik awal bagi perkembangan hukum internasional modern.
Sebelum Hugo Grotius, kebanyakan para pemikir Eropa beranggapan bahwa hukum
diperlakukan sebagai sesuatu yang independen dari manusia, dengan bersandarkan
pada hukum alam.
Pemikiran Grotius tidak
begitu berbeda dengan yang lainnya kecuali dalam satu hal penting,
Pemikir-pemikir sebelumnya percaya bahwa hukum alam itu diberlakukan oleh dewa,
sedangkan Grotius percaya bahwa hukum alam berasal dari universal dan bersifat
umum untuk semua orang.
Perspektif rasionalis
ini memungkinkan Grotius untuk menempatkan beberapa hukum yang mendasari
prinsip-prinsip rasional. Hukum tidak dipaksakan dari atas, tetapi berasal dari
prinsip-prinsip, termasuk prinsip-prinsip dasar aksioma (yang tetap atau
dianggap terbukti dengan sendirinya) dan restitusi (hal yang merugikan
diperlukan yang lain). Kedua prinsip ini telah menjadi dasar bagi sebagian
besar hukum internasional berikutnya. Selain dari prinsip-prinsip hukum alam,
Grotius juga menghubungkannya dengan kebiasaan internasional, peraturan tentang
apa yang "seharusnya" dilakukan. Hal ini merupakan pendekatan hukum
internasional positif (al-madrosah al-maudu’iyah lil qonun al-dauli) yang
diperkuat dari waktu ke waktu.
c.
Perjanjian Westphalia
1648
Hukum Internasional
modern menjadi suatu sistem hukum yang mengatur hubungan internasional, yang
lahir bersamaan dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan pada
negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang
modern biasanya diambil saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia
yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.
Perdamaian Westphalia
dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern,
bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan
atas negara-negara nasional, sebabnya adalah :
1) Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan
perubahan dalam peta bumi politik sebagai dampak perang di Eropa.
2) Perjanjian perdamaian mengakhiri usaha Kaisar Romawi suci untuk berkuasa
selama-lamanya.
3) Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan
dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4) Kemerdekaan negara Netherland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman
diakui dalam Perjanjian Westphalia.
Selain itu, Perjanjian
Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru,
baik mengenai bentuknya yang didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi
didasarkan atas kerajaan-kerajaan), maupun mengenai hakekat negara itu dan
pemerintahannya yaitu pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh
gereja.
Pada perkembangannya
Perjanjian westhelian telah membentuk struktur masayarakat baru di dunia, hal
ini tidak bisa dipisahkan dari sumbangsih para sarjana hukum pasca Grotius yang
terus berusaha mengembangkan pemikiran hukum, keberhasilan para sarjana dalam
mensekulerkan hukum telah mendorong perkembangan hukum yang begitu pesat, tidak
jarang pranata pranat hukum internasional lahir kemudian tersejewantahkan dalam
semakin mapannya negara negara nasional,
2.3.Perkembangan Hukum Internsoanal Pada Masa Modern
1. Masa tahun 1899 -1907
Perkembangan masayarakat internasioan khususnya negara negara pada fase ini
mulai merumuskan penyelsaian sengketa dengan cara cara damai, misalanya mulalui
perundingan perundingan, baik lanagsung maupun dengan perantraan pihak ketiga,
dengan menyelenggarakan konpresnsi konspresnsi ataupun kongres internasional.
Dalam perkembangan sekanjutnya , konspirasi atau kongres internasional itu
tidak lagi hanya sebagai sarana penyelsaian sengketa, melainakan berkembang
menjadi sarana membentuk atau merumuskan prinsip prinsip dan kaidah kaidah
hukum internasional dalan bentuk perjanjian perjanjian atau konvensi konvensi
internasioanal mengenai suatu bidang tertentu, sebagai contoh adalah kofrensi
perdamaian denhaag I tahun 1889 dan II
tahun 1907 yang menghasilkan prinsip prinsip dan kaidah hukum perang
internasioal yang dalam perkembangannya sekrang ini disebut hukum humaniter
2. Masa Antara 1907-1945
Keberhasilan mebangun masayarakat internasional baru selama masa 1648 –
1907yang ditandai dengan keberhasilan mempertahankan hak hidup dan eksistensi
negara negara nasional sebagai kesatuan kesatuan politik yang merdeka,
berdaulat, dan sama derajat, pasca 1907 perjalan konsulidasi negara ahirnya
runtuh dengan melutusnya Perang Dunia I
( 1914-1918) yang hampir meruntuhkan dasar dasar tata kehidupan masyarakat
internasional yang pada ahirnya setelah berahirnya Perang Dunia I berdirilah
liga bangsa bangsa pada tahun 1919, sebagai oraganisasi internsioanal yang
bergerak dalam ruang lingkup dan tujuan global, dalam rangka mewujudkan
ketertiban, keamanan.dan perdamaian dunia, secara tersimpul dapat pula
dipandang sebgai usaha usaha untuk mengatur masayarakat internasional. Pada
perkembangannya liga bangsa bangsa berfungsi sebgai pembentuk hukum
internsioanl, keputusan atau resolusi yang dikeluarkannya, berlaku dan mengikat
sebagai hukum terhdap negara negara anggotanya, barulah tahun 1921 berdirilah
badan peradilan internasional (permanent court of internasional justice)
sebagai peneyelsain sengketa yang terjadi antara negara yang tergabung dalam
liga bangsa bangsa.
Pada atahun 1930 terjadi satu peritiwa yang luar biasa dalam pekembangan
hukum internasional yakni terselenggaranya konfrensi kodofikasi hukum
internasional di den hag (belanda) sesuai denngan namannya konfrensi yang
terselenggara di den hag ini berusaha mengkodifikasi pelbagai bidang bidang
hukum internasional seperti lahirnya, konvensi tentang wesel, cek, dan askep,
konvesni tentang orang orang yang berkedwinegaraan dan tanpa kewarganegaraan,
Meletusnya Perang Dunia II pada tahun 1939 dan diperluas dengan perang asia
timur raya yang meletus ketika jepang membom pangkalan angkatan laut amtika
serikat, pearl harbor dihawai pada tanggal 7 desember 1941, meruntuhkan
bangunan struktur masyarakat internasional yang sebelumya telah
dikonsulidasikan oleh liga bangsa bangsa, namun sama seperti sebelumnya
inisiasi dari semua negara untuk berkumpul pasca Perang Dunia II berahir
lahirlah perserikatan bangsa bangsa pada tanggal 24 oktober 1945 yang maksud
tujuannya tidak jauh berbeda dengan liga bangsa bangsa
3.
Masa Setelah Pasca Perdang Dunia II
Terbentuknya perserikatan bangsa bangsa sebgai hasil dari konsensus pasca Perang
Dunia II berpengaruh besar dalam masyarakat hukum internasional, banyak sekali
perkembangan dan kemajuan yang dicapai, secara ringakas sebgai berikut :
a.
Lahirnya negara negara baru (perubahan peta politik dunia, polarisasi
masayarakat internasioanal)khusunya setelah Perang Dunia II tampak adanya
perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masa sebelumnya, jika sebelumnya
peta bumi politik dunia terpolarisasi menjadi kelompok negara atau bangsa
bangsa penjajah dan bangsa kelompok tejajah
b.
Kemajuan pengetahuan dan tekhnologi
Pada lain pihak kemajuan ilmu dan teknologi
semakin tak terkendali hingga menimbulkan banyak masalah, yang kemudian
dinamika ini mendorong lahirnya kaidah kiadah baru hukum nasional maupun
internsianola contoh bidang hukum yang tumbuh dan berkembang sebagai
konsekuensi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi yang sangat pesat
adalah dibidang laut, hukum angkasa, hukum humaniter dala sebgainya,
c.
Perkmbangan penghormatan atas hak
asasi manusia
Munculnya instrument instrumentmengenai hak hak
asasi manusia baik yang berbentuk deklarasi, chartermkonvenan maupun konvensi,
baik dalam sekala global maupun dalam sekala regional menjadi satu indikasi
dari laju perkembangan hukum internasional, munculnya aturan aturan
perlindungan terhadap HAM didoroang oleh anggapan atau menempatan hak asasi
manusia segagai subjek hukum internasional, adanyanya konvensi eropa tentang
hak hak asasi manusia (eoropean convention on human right) adalah satu yang
memperkarsai sendi sendi kaidah hukum tentang perlindungan terhadap HAM.
Dalam perkembangannya kemudian HAM menjadi isu
global sehingga tidak ada lagi perlindungan negara yang dapat berlindung di
balik kedaulatan teortynya atas pelanggaran, dengan dibentuknya komisaris
tinggi PBB UNHCHR masalah HAM mendapat penanganan secara lebih konsepsional dan
strukturalakda dalam tubuh PBB, dibentuk pulalah mahakamah pidana
internasioanal (ICC) yang berkedudukan di dan haagh belanda dan juga mahakamah
kejahatan perang seperti kasus bekas yugoslavia
d.
Munculnya oragansasi oraganisasi internasioal
e. Bertambahnya jumlah penduduk serta kebutuhan
yang semakin meningkat
f.
Munculnya organisasi internasional non pemerintah
g. Perusahaan multi atau trannasional
4.
Hukum Internasional Pada Masa Kini
Dan Masa Yang Akan Datang
Perkembangan perkembangan baru seperti yang dikemukakan di atas telah
mengubah sendi-sendi hukum internasional yang lama ( sebelum Perang Dunia II
dan dasawarsa lima dan enampuluhan) menjadi hukum internasional dengan ruang
lingkup dan subtansi yang semakin luas serta mencerminkan keterpaduan yang
mulai tampak pada awal dasawarsa tujuh puluh hingga kini.
Dikatakan mencerminkan keterpaduan oleh karenanya antara bidang bidang
hukum yang satu dengan yang lainnya tampak salaing terkait dengan erat.
Keterkaitan itersebut dapat ditunjukan pada beberapa bidang hukum yang
merupakan perbincangan dari bidang bidang hukum yang lebih luas. Misalnya,
hukum ekonomi internasioal munumbuhkan bidang hukum yang lebih bersifat
spesifik, seperti bidang hukum internasional alih tekhnologi, hukum
oternasional tentang hak atas kekayaan intektual, hukum moneter
internasional : hukum lingkungan internasional menumbuhkan bidang hukum
pencemaran laut, udara, dan bidang hukum lainna, hukam internaisional tentang
hak asasi manusia munumbuhkan hukum humniter internasional, hukum tentang
pengungsi internsional ; selain dari pada itu, antara satu dengan yang
lainnya juga terkait erat, misalnya hukum ekonomi intrnasional denga pelbagai
cabangnya berkaitan erat dengan hukum internasioan tentang hak asasi manusia
maupun dengan hukum internisoanal tantang lingkungan hidup.
Demikan tali temali antara satu dengan linnya itu tampak tak dapat
dipisahkan lagi, semua itu terjadi karna arah dan tujuan masyarakat
internasional sekarang ini maupun pada masa yang akan datang adalah mewujudkan
kesejateraan bagi seluruh umat manusia,
BAB IV
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, hukum
internasional adalah suatu kaidah atau prinsip-prinsip hukum yang mengatur
hubungan internasional antara para subyek hukum internasional. Hukum
internasional telah muncul sejak berabad-abad lamanya, namun bukan berarti
kajian Hukum internasional berumur tua dan bersifat absolut. Hal ini disebabkan
karena hukum internasional telah, sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan
selaras dengan pergeseran iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia
internasional.
Para pakar hukum internasional sepakat bahwa sejarah merupakan salah satu
metode bagi pembuktian akan eksistensi dari suatu norma hukum. Hal ini dapat
dibuktikan antara lain melalui salah satu sumber hukum internasional, yaitu
kebiasaan / adat istiadat (custom/al-‘urf). Sejarah Hukum Internasional dalam
perkembangannya mengalami beberapa periode evolusi, yaitu; periode kuno, klasik
dan modern.
Hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif
adalah warisan Eropa, akan tetapi ada pengaruh-pengaruh yang indispensable dari
peradaban-peradaban lain, yang diantaranya adalah peradaban Islam. Ajaran islam
yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis telah menjadi pedoman penting
munculnya kaidah dan prinsip dasar tentang kelangsungan hubungan internasional
dalam teori dan praktek kaum Muslimin.
4.2.Saran
Dalam penyampain makalah ini atas segala keterbatan kami kami mengharapakan
ada masukan dari seluruh pembaca, baik dalam kerangka pemikiran ataupun dalam
yang kaitannya non materi.
DAFTAR PUSTAKA
Iwayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional,
(Mandar Maju : 2003)
Mochtae kusumatmadja. penganatar hukum
Indonesia, alumni, bandung 2010
Sefrani, hukum internasioanal, rajawali pers,
jakarta2011
sumber-sumber
referensi: diktat kuliah al-qonun
al dauli/international law
diktat kuliah
al-munadzamat dauliyah / internationals organization
Pengantar Hukum Internasional
Fikrotul Islam fil
'alaqat dauliyah
Makalah-makalah
Surat Kabar Republika
Surat Kabar Republika
+ komentar + 1 komentar
🙏
Posting Komentar